Di Indonesia, Hardiknas setiap tahunnya diperingati setiap 2 Mei. Tanggal ini kita peringati untuk mengenang jasa Ki Hadjar Dewantara yang kita kenal sebagai Bapak Pendidikan di Indonesia, yang memperjuangkan hak bangsa Indonesia.
Beliau seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi orang Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia mendirikan Perguruan Taman Siswa, pendidikan untuk orang biasa. Mengingat jasa yang cukup signifikan terutama dalam pendidikan, Presiden Soekarno, 28 November 1959 menganugerahi gelar pahlawan nasional dan tanggal lahirnya sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Bercermin dari sejarah Bapak Pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara dan melihat apa yang telah dilakukan beliau dalam merintis dan membentuk anak-anak bangsa yang cerdas, dan harapannya akan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa. Wajib kita hargai dengan cara terus mengembangkan pendidikan di negara ini, agar menghasilkan generasi emas bagi bangsa ini dan menciptakan suatu pendidikan yang benar-benar mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan selama ini dirancang dengan mengedepankan proses perkembangan kognitif yang melibatkan otak rasional, sangat jarang bahkan mungkin langka melibatkan otak emosional yang dominan pada belahan otak kanan. Akibatnya, hasil pendidikan di Indonesia melahirkan lulusan yang pintar, tetapi kurang cerdas.
Anak-anak ibarat bunga beraneka warna di taman yang indah, mereka akan tumbuh dan merekah dengan keelokannya masing-masing. Kita sebagai guru, sebagai orang tua, bangunlah potensi-potensi mereka agar mereka tumbuh mekar dengan sempurna.
Bercermin pada masalah di atas, pendidikan sekarang harus benar-benar dirancang untuk menciptakan anak bangsa yang cerdas, sehingga pendidikan menjadi ujung tombak terciptanya generasi emas bangsa, sesuai dengan apa yang dikatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan fokus mencetak generasi emas. Wacana itu sekaligus menjadi tema pada peringatan Hardiknas tahun ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menjelaskan, dijadikannya kebangkitan generasi emas sebagai tema peringatan Hardiknas tahun ini bukan tanpa alasan.
Pasalnya, sejak 2010 sampai 2035 merupakan saat Indonesia mendapatkan bonus demografi, yakni populasi usia produktif paling besar sepanjang sejarah Indonesia berdiri. “Itulah mengapa kita fokus pada kebangkitan generasi emas, karena ini pertama kalinya, dan harus kita manfaatkan,” kata Nuh, sesaat setelah memperingati Hardiknas di Kemdikbud, Jakarta, Rabu (2/5).
Pada periode tersebut Indonesia harus melakukan investasi besar-besaran dalam bidang pengembangan sumber daya manusia sekaligus sebagai upaya menyambut 100 tahun Indonesia merdeka, pada 2045 mendatang. Selain melalui Gerakan Paudnisasi, kata Nuh, Kemdikbud juga akan mendorong perluasan akses pendidikan di semua jenjang untuk membangkitkan generasi emas tersebut. Karena menurutnya, kualitas pendidikan yang baik dan merata merupakan kunci sukses membangkitkan generasi emas. “Kita juga akan memperluas akses pendidikan mulai dari PAUD sampai pendidikan tinggi yang diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan,” tegasnya.
Mengutip dari apa yang dikatakan Bapak Pendidikan Indonesia, pendidikan dan pengajaran menurut Ki Hadjar Dewantara, harus mengena pada rakyat secara luas dan tidak boleh memisahkan orang-orang terpelajar dari penghidupan rakyat senyatanya. Untuk itu, pendidikan nasional mesti diselenggarakan selaras dengan kodrat bangsa. Hanya dengan cara itu ketertinggalan masyarakat pribumi dapat dihilangkan dan kedamaian dalam kehidupan bersama dapat diwujudkan.
Kini setelah 80-an tahun berlalu, kekecewaan Ki Hadjar Dewantara tidaklah sirna, malah menjalari batin bangsa. Pendidikan dan pengajaran, meskipun dilaksanakan oleh pemerintah kita sendiri, ternyata tidak mampu memperbaiki nasib dan martabat bangsa. Jika ini dikatakan tidak mampu memperbaiki nasib dan martabat bangsa, pertanyaannya bagaimana kita bisa menciptakan generasi emas bagi bangsa ini, yang menentukan nasib bangsa ini ke depannya.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dihadapkan kepada banyak sekali masalah. Satu di antaranya yaitu masalah dunia pendidikan yang ada saat ini walaupun kelihatannya berjalan dengan lancar sampai sekarang, tetapi sesungguhnya Indonesia masih membutuhkan penyelenggaraan pendidikan yang mengarah pada kemandirian bangsa yang akan membentuk generasi emas bangsa.
Jika kita bicara dunia pendidikan di Indonesia tentunya tidak akan habis-habisnya, dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, pertanyaannya apakah itu sudah terjadi?
Satu di antaranya yaitu masalah RSBI atau SBI yang sekarang ini menjadi topik yang sedang diperbincangkan, di mana RSBI dikatakan merenggut jati diri bangsa, misalnya penggunaan bahasa pengantar di SBI yang mendegradasikan bahasa Indonesia, artinya bahasa pengantar menggunakan bahasa asing. Seharusnya kita tetap mempertahankan budaya lokal. SBI sebenarnya bagus juga untuk generasi emas bangsa, menciptakan anak bangsa yang cerdas dan dapat bersaing secara internasional, tetapi tidak harus menghilangkan harga diri bangsa ini.
Penggunaan bahasa Inggris sebagai pengantar mata pelajaran di RSBI, kecuali pelajaran bahasa Indonesia, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan sejarah, dan muatan lokal, juga menjadi masalah. Hal ini bertentangan dengan semangat Sumpah Pemuda 1928 yang berikrar bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. Penyelenggaraan RSBI juga telah melanggar hak konstitusi warga negara dalam pemenuhan kewajiban mengikuti pendidikan dasar. Melalui RSBI, pendidikan yang sejatinya merupakan prasyarat bagi penikmatan hak asasi manusia ternyata dirancang hanya untuk sebagian kecil rakyat Indonesia, bukan seluruh rakyat.
Peringatan Hardiknas 2 Mei jangan hanya sebatas seremonial. Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar secara tegas mengimbau agar peringatan Hardiknas betul-betul dijadikan momentum kebangkitan pendidikan nasional dan bukan sekadar seremonial tanpa realisasi yang jelas. “Peringatan Hardiknas jangan sekadar perayaan yang bersifat seremonial dan hanya dihiasi oleh upacara semata,” kata Raihan, Rabu (2/5).
Seperti diberitakan, peringatan Hardiknas tahun ini dihiasi oleh pidato Mendikbud Mohammad Nuh, yang berkomitmen melakukan investasi besar-besaran di bidang sumber daya manusia (SDM). Mendikbud berjanji akan membuka akses seluas-luasnya kepada seluruh anak bangsa untuk memasuki dunia pendidikan, mulai pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai perguruan tinggi, membangun dan merehabilitasi sekolah dan ruang kelas baru secara besar-besaran, serta berjanji untuk menyiapkan pendidikan menengah universal mulai 2013.
Seharusnya, pidato dan komitmen Mendikbud itu dapat benar-benar diwujudkan. Saat ini masih banyak anak bangsa yang belum menikmati akses luas untuk masuk ke dunia pendidikan. Masih sedikit anak bangsa yang menikmati pendidikan bermutu. Ironisnya, keterbatasan akses itu justru dihambat oleh kebijakan pemerintah yang menciptakan sekat sosial melalui stratifikasi sekolah, misalnya sekolah RSBI dan non-RSBI.
Selanjutnya, masih banyak juga anak bangsa yang tidak bisa menikmati bangku kuliah di perguruan tinggi. Raihan mengungkapkan, semakin mahalnya biaya kuliah saat ini kian menutup peluang masyarakat tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Ia juga mengkritisi sarana dan prasarana pendidikan, karena potret di lapangan menunjukkan masih banyaknya sekolah dengan kondisi bangunan tidak layak.
Jika pemerintah benar-benar ingin menciptakan generasi emas bangsa ini, kondisi ini harus benar-benar dijawab oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan kebijakan-kebijakan nyata. Jangan sampai, peringatan Hardiknas hanya bersifat rutinitas dan menjadi ajang pencitraan bersifat politis.
Sumber : www.equator-news.com
0 komentar:
Posting Komentar